Puing Cerita Kemarin

Malam ini hujan begitu cerewet
Sama seperti wajahnya yang sedih
Menyatu bersama pelor -pelor hujan
Atas kesedihan yang teramat akut

Di bibirnya tumbuh bunga padi dan alang alang
Dia tak mampu menangkap bahagia
Sebab janji tak mau beranjak dari ingatan

Bila namanya disebut
Jelas ada alasan
Mungkin juga tanpa alasan
cahaya matanya terkulai dalam rahasia

Mencoba merangkai puing cerita kemarin
Tapi, dia kembali sangsi
Hingga air mata mengering

Dia menghitung jejak – jejak ganjil
Pada kebengisan hujan malam ini

Kini,nama itu dia ukir di atas batu
Lalu bekata,
“Barangkali Tuhan adalah batu”

Dia hanya merasa itu
Sebagai sesuatu yang pantas dikenang
Hanya untuk dikenang

Sebutir Luka di Kepalamu

Sering kau termenung di kedai kopi
Bersenandung di lapo tuak
Meneguk rindu yang ubanan
Membingkai cerita yang sudah usang

Kau ingin hentikan waktu
Pintamu dalam ego doa
Namun telapakmu tak bosan mencari waktu yang baru

Seperti air matamu yang kau tampung
Dalam wajan ibumu
Menjadi ombak lautan amarah
Tak sanggup kau hentikan

Kepalamu sudah penuh
Terlalu penuh dengan kebenaran kenangan
Tak pernah bisa kering dari luka

Sebagaimana rawa,katamu
Hatimu tak mau mereka selami
Tak kunjung mau dipahami
Sebab,luka di kepalamu
Adalah harapan yang terus berlanjut

Mungkin kau adalah pengantin dari masa lalu
Yang kehilangan ingatan karena cinta yang berlalu

Pengantin Remaja

Kita ini orang sakit,bukan?
Senang bersiul lalu pilu
Aír mata ini mahal,katamu
Berapa kau jual akan kubeli,kataku
Kelak kau kujadikan rahim segala ibu

Kita ini orang terbuang,bukan?
Antara janji dan waktu
siapa paling setia,tanyamu
Antara kita dan masa lalu
Siapa paling luka,kataku

Kita telah berdurhaka,katamu
Lari dari peluk cium orang terkasih
Meminangku pakai guna-guna
Lewat mulut berbau surga

Kita tau arti pengantin ini,bukan?
Tak sesakral buka kelambu zaman dulu
Saban tegak main santak
Telungkup telentang
Di atas ranjang

Aduhai,wangi buah apa ini?
Bersusun gantung
Di balik gaun
Apa seperti ini Adam dan Hawa
pertama terbuang ke bumi?

Mimpi yang Jamuran

Dinding kamar beku pengab
Nafas tangis tersumbat sesunggukan
Rahasia terbungkus keganjilan alur hidup

Tangis melengking
Disaat dunia tak lagi berhasrat
Penyesalan hanya ciptakan bara
Di batin rindu bertalu

Waktu tak berwaktu
Hidup tak cukup sekedar
Memanjakan khayalan

Mata kusut cekung
Memuja peruntungan
Memeluk mesra wujud nasib
Tak sadar
Dewa-dewa sedang kibaskan pedang
Mendayu nyawa

Niat suci
Tertinggal di seberang ingatan
Sebatang lilin di ujung tangan
Nyala redup-redup setengah hati
Tak mampu
Terangi perjalanan esok

Mendadak Semu

Jika langit kosong
Maka bumi tak bermakna
Jika bintang lupa ingatan
Maka cemas bumi benderang

Jika malam selingkuh dengan pagi
Maka siang terlahir sungsang

Mungkin kau telah pikun
Membakar kenangan
Di kabut lembah bimbang
Namaku pun luruh
Menjadi senyap yang abu

Seperi air tak punya pintu
Seperti itulah ceritamu
Tak lagi dapat diurai

Gemuruh Duka

Mulut tersulut nyala cemoh-umpatan
Nurani terpanggang gosong
Doa tertikam belati cemburu

Doa-doa dikubur
Tawa semurni tangis bayi
Sejujur air mata

Tangan-tangan kaku
Menambal lubang-lubang mimpi
Gelap cahaya
Lenyap masuk rongga dada

Wajah langit
Mendung menuju muram
Sungai kemarau
sawah meranggas
Merindu wangi hujan

Mungkin hujan nanti
Adalah kencing para malaikat
Yang dipesan permaisuri
Karena harapan yang terkapar
Disengat mulut candu

Jika ingin kembali suci
Jilati keringat dulu
Tak perlu kepulan debu
Asap dupa

Sumbat tangis tinta hitam
Agar para malaikat pulang
Dan jiwa pesakitan
Tak lagi gentayangan

cermin Kesabaran

Ombak tak letih bermain di pantai
Badai lupa pulang ke asal
Suka cita tersapu angin lautan
Keinginan tak pernah berkecukupan

Senja menggeliat
Di rambut bidadari harum mewangi
Lalu tersesat di kerumunan umpatan riuh

Purnama mulai lepaskan gaunnya
Awan menari gemulai beri ruang
Memabukkan angkuh diri

Ingatlah
Rayuan terkuat berasal dari
Nafas nafsu paling memikat
Sungguh menindas kemurnian logika

Pahat kesabaran
Selembut langit biru

Ajak sayap nurani
Mengepak terbang sejauh hasrat kebajikan
Hinggap di budi pekerti

Kupu – Kupu Muda

Andaikan engkau adalah kupu-kupu
Bukan warna-warni sayapmu yang kupuja
Bukan asal-muasalmu yang ingin kubaca

Engkau hanya akan menjadi kupu-kupu aneh
Penuhi tubuh berlaksa rasa
Bergumul dalam keintiman naluri
Bertandang di daun ilalang layu
Sujud di gumpalan batu gajah

Jika masih malu-malu
Terbanglah
Keindahanmu tak akan mengubah alinea pikiranku
Tak akan menambah biji mimpiku

Jika masih takut
Kepakkan sayapmu
Temui kegembiraan diri
Ketakutan hanya menyimpan siksaan

Ingatlah sayang
Kesejatian lakumu
Tak akan kutulis
Sebab hanya membuka
Kisah usangmu

Sebelum Kau pergi

Kukira kau tak ada
Alpa memanggil namamu

Aku tau kau terluka
Bertubi sesal saling bentur
Membentur keyakinan di dadamu yang ringkih

Rindu biru
Tinggal sepenggal
Kawan atau mantan pacar
Menjadi barang bekas

Mereka sudah gila,katamu
Menanam benih di ladang hama
Sasar dalam rimba ingatan
Angan-angan tertidur pulas di semak berduri

Bayang-bayang yang terdampar di dinding
Semakin tak ada yang kau kenal
Masih terus berbisik
Ciptakan gerak laku gigil
Lalu terseret ke sunyi yang telanjang

Sebelum kau pergi
Lukislah mereka dengan indah
Lalu gantung di alun-alun kota
Jangan menoleh lagi